Senin, 30 November 2009

Kenangan Astrofisika Sebelas Tahun yang Lalu

Kemarin malam ada berita mengejutkan. SMS dari Vivi yang bilang Pak Djoni N. Dawanas, dosen astronomi, meninggal jam 19.30 di RS Tubagus Ismail.

Padahal, baru temu alumni astronomi di Bosscha kemarin, kami bertemu Pak Djoni, kelihatan segar-bugar (Entah juga ya, mungkin beliau sedang sakit tapi nggak terlihat dari luar saja).

Pak Djoni ini adalah dosen mata kuliah Astrofisika, mata kuliah dasar di astronomi. Beliau ini salah seorang dosen yang jagoan mengajar, kami para mahasiswanya bisa benar-benar mengerti konsep dasarnya, tidak sekadar hafal rumus. Dosen pintar memang banyak, tapi dosen yang benar-benar ahli mengajar bisa dihitung dengan jari.

Kepergian beliau membawa kami kembali mengenang masa-masa kuliah Astrofisika dulu, terutama saya dan—yah, dia lagi-dia lagi, memang—si Nata Pehul. Jadi, sebelas tahun yang lalu itu, kami adalah dua orang yang tersisa dari seluruh peserta mata kuliah itu, yang tidak mendapatkan kelompok untuk presentasi. Terpaksa kami berpasangan. Yang satu pemalas, yang satu lebih pemalas lagi (tebak mana yang lebih pemalas, yang jelas tulisan tangan saya lebih bagus daripada tulisan si Nata, hahahahaaaa).

Kelompok-kelompok lain hebat-hebat euy ... mereka mempersiapkan presentasi dan topiknya dengan baik. Pilihan topiknya sederhana, tapi pembahasannya lumayan mendalam. Perangkat presentasinya (dulu masih musim OHP) dibikin serius. Sementara kami, si kelompok pemalas, sampai H-1 masih kebingungan memilih topik apa.

Akhirnya, kami putuskan memilih topik tentang interferometer. Pilihan yang nekad, sebenarnya, karena kami sama-sama nggak menguasai instrumen ini, ditambah lagi konsep-konsep fisikanya. Tapi mau gimana lagi, kepepet gitu bok.

Jadi, H-1 sebelum presentasi dimulai, saya dan si Nata Pehul membagi tugas—saya membuat transparansi (karena tulisan saya lebih bagus, sialan), dan dia ... sholat tahajud. Berdoa dengan khusuk agar kami nggak kebagian presentasi pertama. Nata gitu lhuwokh, sholat tahajud. Tapi yah, dulu memang dia masih salihah, seperti Bu Dedeh guru ngaji di dekat rumah saya, hihihiii ....

Dan ternyata, mungkin karena si Nata masih salihah, doanya makbul. Saat pengundian giliran presentasi dengan cara mengambil batang korek api, kami nggak dapat giliran presentasi pertama. Kedua pun nggak. Eh ... mungkin si Nata benar-benar khusuk berdoa. Atau mungkin dia teraniaya, entah. Jadilah kami mendapat giliran terakhir. Itu pun Pak Djoni senyum-senyum terus mendengar presentasi kami, mungkin beliau maklum kalau kami sama-sama dodol.

Tapi, meskipun begitu, saya lulus kuliah Astrofisika 1 dengan nilai cukup memuaskan, B (Astrofisika 2 dapet apa ya ... lupa. Tapi karena peserta kuliah hanya sedikit dan dosennya ahli mengajar, jadi nggak sesulit kuliah-kuliah di jurusan Fisika).

Saya lupa si Nata dapat nilai apa. Tapi, ada suatu prestasinya yang gemilang, yang masih dikenang oleh para peserta kuliah Astrofisika saat itu (Mungkin Pak Djoni pun masih ingat). Karena kami ini angkatan yang lumayan pasif dalam bidang akademis (tapi tidak di bidang non-akademis haha), waktu disuruh bertanya, nggak ada yang mau bertanya. Karena sepi, si Nata memberanikan diri mengacungkan tangan.

Pertanyaannya, “Pak, kalau massa bumi itu dihitung dengan isi-isinya? Dengan manusia, binatang, bangunan, dan lain-lain ....”

Bahkan Pak Djoni pun tersenyum geli, tapi mungkin beliau nggak tega tertawa, karena sudah bagus ada yang mau bertanya, meskipun pertanyaannya naif seperti itu. Hihihihiii ....



Dan tadi siang, meskipun nggak sampai ke makam, saya dan Sakya mengantar Pak Djoni ke peristirahatan terakhirnya. Selamat jalan Pak, terima kasih banyak karena telah “membetulkan” otak kami, dan semoga mendapatkan tempat yang lapang di sana.

20 komentar:

  1. Selamat jalan, Pak DJ.

    Bukan kenangan manis yang saya dapat, tapi tetap saja, semoga iman dan Islam beliau diterima Allah SWT.

    BalasHapus
  2. ikut berduka cita, May

    trus kalo sama Lilis, ketemu di kuliah apa, May?

    BalasHapus
  3. ngulang berapa kali dud?
    hihihihiiii

    BalasHapus
  4. makasih bah

    kalo sama lilis sih ketemunya di grup vokal gitu bah, bukan di kuliahan
    TLC itu lhuwokh ... Titin Lilis Cicih :D

    BalasHapus
  5. turut berduka cita...
    memang tidak banyak dosen pintar dalam ilmu dan mengajar (sok teu gue hahaha)

    BalasHapus
  6. turut berdukaaaaaa,
    jd ingat nilai fisika pas ebtanas jeblok bgd :))

    BalasHapus
  7. turut berduka cita..

    btw, trus pak djoni jawab apa ditanya pertanyaan naif itu ? wkakaa...

    BalasHapus
  8. kalian ini.....berduka cita tetap aja pada ngeyel (haha)

    BalasHapus
  9. turut berduka cita yaaa..
    dasar neng marie, teteup weh ada unsur bodornya, hihihi....

    BalasHapus
  10. dijawab dengan serius, imgar ... massa bumi itu ya udah termasuk isi-isinya, hehe

    BalasHapus
  11. Turut berduka
    semoga mahasiswa astronomi taun tahun berikutnya semuanya tetapwaras ya

    BalasHapus
  12. makasih, sepertinya para mahasiswa taun-taun berikutnya memang sudah waras dari sananya, hanya beberapa oknum tua aja yang sedikit sinting
    hihihii

    BalasHapus
  13. eh, iya. tapi sebenernya emang massa bumi mah segitu2 aja ya ? ato bisa berubah-ubah ?

    BalasHapus
  14. semua yg dr tanah kembali ke tanah, dan akhirnya semua terurai kan? kalo ada pertambahan pun kecil banget dibandingin massa bumi *ow, kok aku jawabnya serius, takjub sendiri haha*

    BalasHapus
  15. saya mah yang paling inget waktu beliau protes tentang penggunaan kata TERamati karena menurut beliau itu artinya tidak sengaja diamati, jadi sampe sekarang teh selalu terngiang2 kalo mau pake imbuhan "ter-" yang berarti "dapat di-". biar aman, saya pake "dapat di-" aja deh walaupun pa djoni belum tentu baca :p

    BalasHapus
  16. oh iya bener, sampe kalo mau nerjemahin yang pake awalan ter- mikir agak lama dulu hihi

    BalasHapus
  17. iya, bener, imbuhan ter- sama kalau presentasi jangan banyak2 tulisan :D

    BalasHapus
  18. always deh diprotes kl presentasi kebanyakan tulisan. dan font hrs kisaran 20 ke atas intinya kebaca dr jauh

    BalasHapus
  19. eh, pak djoni dulu jd penguji sidangku, aku baru inget.. tp presentasiku kan hampir semua gambar hehe

    BalasHapus