Jumat, 15 Juni 2007

Keluarga Lubis Zaman Dulu




Kemarin, setelah pemakaman Totok Sutan (abangnya si Papap yang no. 8), banyak keluarga yang datang ke rumah, karena dimakamkannya di TPU Cibarunay, deket rumah.

Lalu, si Abang Hakim ngeliat foto ini dan pengen juga. Yasud, saya scan untuk dikirim via email (Bang Hakim, ntar Adek kirim foto yang resolusinya tinggi via email aja). Tapi, iseng posting di sini, karena fotonya ini lumayan ajaib hehehe ....

Foto pertama itu keluarga Lubis lengkap.
Belakang dari kiri: Totok Karel, yang no. 5 (Pontianak); almarhum Paktuo Kota (namanya Mahkota Lubis), anak Ompung yang paling kasep, no. 1 (Surabaya); Totok Agus, no. 4 (Lampung); Papaya, no. 2 (Bandung); almarhum Totok Rawa, bapaknya Abang Hakim, no. 3 (Jakarta); almarhum Ompung Moeis, adiknya Ompung Armia (Bogor); Bou Justi, no. 6, anak Ompung yang paling cantik da cuma satu cewek hehe (Bandung).
Tengah dari kiri: Totok Ikok, no. 7 (Bandung); almarhumah Ompung Armia; almarhum Ompung Hitam (karena di foto rambutnya hitam, hehe ... nama aslinya sih Marah Supi Lubis); almarhum Totok Sutan, no. 8 (Bandung)
Depan: si Papap, no. 10, celeno dengan celana monyetnya, hahahahahaha ...; Totok Bung, no. 9 (Jakarta)

Foto yang kedua, diambil di Bukittinggi. Anak terakhir Ompung baru Totok Ikok (yang digendong Ompung Armia), yang tiga lagi belum ada, jadi fotonya ditempel aja di pinggir hehehe ...

Selasa, 12 Juni 2007

Teman di Kala Menunggu Warung




Foodcourt Sulanjana sekarang diceriakan oleh seorang anak kecil, anaknya ibu pemilik Gelora Seafood, namanya Ajis (sungguh nulisnya gitu, bukan Azis).

Ajis ini aneh ... sering sok akrab sama pengunjung, terus pas pengunjungnya mau pulang, suka nangis hahahahahahaha ....

Tapi lumayan lah, ada teman saat nggak ada kerjaan. Sambil cerewet ngomong entah apa, nggak ngerti (palingan dia ngomong, "bibing! bibing! apa ieu? buaya!"
(bibing = mobil)

Senin, 11 Juni 2007

Waktu kecil ...




Gambar 1: Si kecil berbaju merah ini keren ya ... hahaha

Gambar 2: Itu lagi diceritain oleh Almarhum Mang Undang (yang keliatan bodinya doank). Bonekanya itu buku lho sebenernya, jadi celemeknya bisa dibuka jadi beberapa halaman dan ceritanya tentang si Tudung Merah dalam bahasa Prancis, yang kebetulan namanya MARIA.

Gambar 3: Ini belum bisa duduk sendiri sih sebenernya, jadi sama si Emak ditaro di kursi, langsung dijepret, dan langsung ... miring dengan sukses setelah difoto (edun ya, jadul banget studionya ... di Sukajadi)

Sabtu, 09 Juni 2007

Kata Bapak Sinshe, Saya ini Telmi ....

Tadi pagi, si Emak sudah heboh mandi, mau mengantar Tante Ati ke tempat pijat alternatif di Jl. Diponegoro. Lalu, kata si Emak, kenapa Adek nggak numpang aja naik taksi? Toh Jl. Diponegoro bisa lewat Sulanjana.

Tapi, di tengah jalan, Tante Ati mengajak-ajak, “Cobain aja Dek, siapa tau enak. Nggak sakit kok dipijatnya, nggak kaya’ refleksi.” Ya sudah, oke duech …. 

Setelah agak lama menunggu, bapak “sinshe”-nya datang juga. Masih muda, paling baru 40 taunan lah. Meskipun ada empat orang sebelum kami yang mengantre, karena dipijatnya nggak lama, jadi beberapa saat kemudian, tibalah giliran si Emak, lalu saya. Tante Ati masih menunggu di kursi (karena tempat tidurnya cuma dua).

Waktu si Bapak melihat si Emak, doski langsung bilang, “Ibu ngajar ya?” Lho, kok tau Pak? “Saya bukan paranormal. Kalo bahasa kerennya sih ‘indigo’ hehe …” Oh, begitu toh. Walah, si Bapak bisa baca pikiran nggak ya? Lalu, saat memijat si Emak, doski berkomentar begini, “Kalo saya punya duit banyak, saya mau jadi produser dan bikin film silat dengan bintang film si ibu,” Itu karena badannya si Emak keras-keras, padat (sampai kita capek kalo disuruh mijitin). 

Setelah si Emak selesai, tibalah giliran saya. Si Bapak ternyata langsung tahu masalah saya apa (suka sakit kalo lagi bocor). Terus, pas dipijat-pijat lagi, katanya suka kembung juga (mungkin ya, soalnya sering kentut hikhikhik). Yang paling mengagetkan adalah ketika saya disuruh telungkup dan si Bapak memijat punggung saya. Doski bilang begini sama si Emak, “Bu, anak Ibu ini susah makan ya?” Hah? “Ah nggak kok Pak, dia mah pemakan segala,” tukas si Emak. “Iya, tapi cuma makan yang dia suka aja.” Si Emak nggak menjawab lagi, cuma senyum-senyum. Lalu, si Bapak berkata lagi, “Bu, anak Ibu ini kok kaya’nya agak telat ya?”

HAH? 

“Telat gimana, Pak?” si Emak nanya. “Ya gitu, kalo ditanya suka bengong, susah jawabnya, lama, suka ‘euuuhhhh … euhhhhhh …’. Suka telat mikir.” HAH? Telat mikir? (Hmmm … apakah ini alasan mengapa selalu terjadi peristiwa “dumb and dumber”? Hahahaha) Si Bapak meneruskan memijat saya. “Kaya’nya saluran darah ke otaknya tersumbat nih. Tapi bisa diberesin kok.”

Tadinya agak bete juga dikomentari telmi, tapi mungkin ada benarnya juga kok hikhikhikhik …. Yah, siapa tahu pijatan si Bapak bisa membuat kecerdasan saya bertambah, mendapatkan beasiswa, kuliah lagi, dan seterusnya, hahahaha! (Tapi … kalau saya nggak telat ngejawab atau berkomentar, kasian Sitorus duonk. Saya telmi aja dia sudah dinistakan melulu, apalagi kalo nanti kecerdasan dan keterampilan berbicara saya bertambah! Hahahahahaahahahahaahahaha!)



Kamis, 07 Juni 2007

Kepala Ikan Patin di Warung Padang Singgalang Jaya

Duluuuu, waktu masih kuliah, hampir tiap minggu ke Warung Singgalang Jaya di Tubagus Ismail. Menunya, wajib selalu ... kepala ikan patin. Makannya pake tangan, sambil merem melek, dan mencari mata ikan yang paling nikmaaaaatttttttttt ...

Kalo dulu sih, biasanya formasi ke Warung Singgalang Jaya-nya: saya, si Nata Pehul, Coni, dan si Bona. Dan selalu, saya, si Pehul, dan Coni makan gulai kepala ikan patin ini, dan si Bona, yang alergi ikan (bahkan sama kartun Nemo pun doski takut banget) selalu makan sambil matanya berusaha menerawang ke atas dan ke mana-mana.

Karena kumpulan satu orang keren dan tiga orang aneh ini (ya sudah pasti yang keren itu akyu, hahahaha) sudah agak bubaran, karena si Pehul minggat ke Karawaci dan si Coni minggat ke Unpad, trus si Bona pacaran melulu, jadi baru tadi siang saya mengunjungi lagi Singgalang Jaya ini, bersama ... Suze Antie.

Dan tentu saja, menu yang dipilih adalah ... KEPALA PATIN! Hahaha ...

Masih enak sih, tapi sayang nggak senikmat dulu, karena tampaknya si patinnya ini digoreng lebih dulu dan ukurannya lebih kecil. Tapi biarlah, nggak apa-apa, toh yang penting kepala patin Singgalang Jaya tetap berjaya.

Sayang juga fotonya agak kabur, soalnya buru-buru motretnya, keburu laper hahahahaha ...