Minggu, 10 Mei 2009

SAKYA LAIL WAHIDIN, Si Botak (yang dulu) Berambut Gondrong




Pas hari ketujuh, si Lumba-Lumba dikasih nama dan digunduli. Yang ngegundulin sih Kang Deni, tukang cukur langganan si Papap yang buka lapak di pengkolan, karena doski udah biasa nyukur bayi.

Dan akhirnya setelah perdebatan cukup panjang, muncul juga deh namanya: Sakya Lail Wahidin.
Sakya itu dari bahasa Sanksekerta, artinya kebahagiaan, ini sumbangan emaknya.
Lail itu dari bahasa Arab, artinya malam, pemberian bapaknya.
Wahidin itu berarti dia anak Pak Dindin, bukan anak Pak Soleh (Karena selalu didoain semoga menjadi anak Soleh ... hihihiiiii).

Tampangnya jadi berubah garang gitu setelah dibotakin, hiks hiks .... Nggak seimut dulu, huhuuuuuuu :(

Rabu, 06 Mei 2009

Malam Pertama Itu Nggak Ada Apa-Apanya ....

Akhirnya, si Lumba-Lumba yang ditunggu datang juga. Terlalu cepat dua minggu dari perkiraan sih, meskipun kata dokter, sejak usia kandungan 36 minggu juga dia sudah cukup umur buat lahir.

Kamis malam, tanggal 30 April, bagian atas perut saya kok sakit ya. Sempat berkeluh kesah sama si Aq, tapi kami sama-sama berpikir, itu sih masuk angin biasa. Dan besernya semakin heboh, sampai akhirnya terakhir mau tidur, saya nggak kuat nahan pipis sedikit, dan memutuskan untuk memakai pembalut.

Ternyata eh ternyata, besok paginya, saya bangun dengan perasaan aneh, karena pembalutnya kok basah. Waktu diperiksa, ternyata sudah keluar lendir dengan sedikit darah. Si Aq langsung nyuruh saya siap-siap berangkat. Tanpa mandi (yah, namanya juga bapak-bapak waterproof, hihiii). Tapi, waktu laporan sama si Emak, saya disuruh mandi, BAB, dan segala macam dulu, karena si Emak lebih pengalaman, pasti nggak akan brojol cepat-cepat (Tapi si Aq tetap nggak mandi. Sialan).

Jam tujuh pagi sudah sampai di Hermina (karena cuma 10 menit dari rumah), lalu saya disuruh naik kursi roda. Padahal perasaan masih bisa jalan deh, tapi ternyata enak juga nggak perlu jalan kaki, hehehe ....

Sampai di Ruang Bersalin, perut saya langsung dipasangi monitor untuk menghitung detak jantung bayi dan memeriksa kadar mulas. Waktu itu sih belum mulas-mulas. Tapi, detak jantung janinnya kok sempat turun sampai 60-an. Padahal normalnya di atas 100. Jadi saya disuruh makan dulu.

Agak siang, akhirnya Dr. Anita datang, dan sekali lagi perut saya dipasangi alat itu. Kali ini juga, detak jantung si Lumba-Lumba sempat turun sampai 60-an, dan gerakannya jarang. Kata Dr. Anita, kalau begini terus, kemungkinan besar harus caesar. Aduuuh ... saya ogah, karena mahal, hihihiiiii .... Akhirnya diputuskan kalau saya harus diinfus cairan (bukan obat) dan dikasih oksigen murni, supaya detak jantung si Lumba-Lumba bagus lagi.

Saat itu juga, saya mengalami kejutan pertama. Periksa dalam, booook .... Selama jadi pasien Dr. Anita, saya belum pernah diperiksa dalam. Pernah sekali sih, waktu periksa kista, itu pun nggak dalem-dalem dicoloknya, oleh dokter pengganti Dr. Anita. Karena saya tegang, Dr. Anita sempat betek juga, karena tangannya kejepit dengan kuat, hihiii .... Dan kembali keluar ancaman, kalau saya nggak bisa kooperatif juga, ya memang sebaiknya dicaesar saja. Tapi waktu itu sempat ketahuan kalau sudah bukaan satu. Dan saya disuruh puasa, untuk siap-siap operasi caesar (Untung tadi sarapan bihunnya licin tandas, hihiii).

Sekitar jam tiga, saya kembali diperiksa. Syukurlah kali ini, yang kebagian jaga bidan yang baik sekali, dan setelah berbekal pengalaman dicolok-colok, saat itu saya sudah siap mental, meskipun si Aq yang jadi korban dijambak-jambak. Ternyata sudah bukaan tiga. Detak jantung si Lumba-Lumba juga bagus, tapi dia kok malas bergerak ya. Saat itu, sudah mulai kerasa mulas sedikit.

Sekitar jam setengah enam, kembali perut saya dipasangi alat, dan kembali (doh) dicolok-colok. Meskipun sudah berpengalaman, tapi kali ini kembali menyebalkan, karena ternyata sudah bukaan enam menuju tujuh. Tapi kok belum mulas-mulas amat ya, masih bisa ditahan dengan mempraktikkan latihan pernapasan (yoga-nya ternyata bermanfaat kok, hihihiiii). Dr. Anita kembali datang, dan saya disuruh buka puasa, karena nggak perlu caesar. Cuma, melihat mulas-mulas saya masih ringan di bukaan yang sebegitu, akhirnya diputuskan kalau saya diinduksi.

Gerakan si Lumba-Lumba juga nggak heboh, padahal biasanya dia heboh megal-megol ke sana kemari. Mungkin dia demam panggung, hihihiii .... Atau mungkin pada saat-saat menegangkan, dia memutuskan untuk kebluk (seperti emak dan bapaknya). Sampai dirangsang dengan bel berbunyi "TOOOOOT" keras, dia cuma megol sedikit, lalu diam lagi, hihihiiii ....

Jam demi jam berlalu, si Aq bolak-balik keluar untuk merokok, jadi yang jaga gantian, kadang-kadang si Emak atau ibu mertua. Sekitar jam delapan, mulailah mulas yang nyaris nggak nahaaaaan. Saat itu si Emak pulang, karena si Papap nggak ada yang jaga. Jadi, yang menunggu hanya si Aq dan ibu mertua.

Sekitar sebelas malam, si Emak datang lagi, karena nelepon si Aq dan dilapori kalau saya
sudah bukaan sembilan menuju sepuluh. Waw ... saat itu mulasnya uedaaan! Karena si Emak dan ibu mertua saya bilang "Kalau sakit jangan ngeluh, istighfar atau dzikir aja!", saya menurut. Tapi pas mulasnya heboh sekali, tanpa sadar saya teriak keras banget "ASTAGHFIRULLAH!" (dan si Aq langsung bisik-bisik, ya ampun Dek, keras amat teriaknya, sambil ngetawain. Sialan!)

Karena memang kurang tidur dan lelah, jadi di antara mulas itu saya sempat ngalenyap---tertidur sejenak tanpa sadar. Dan mengigau segala, hihiii .... Dalam bayangan, saya sedang berkata, "Meskipun air ketubannya ...." lalu tanpa sadar, saya bilang begitu, dan si Aq langsung heboh nyari air minum. Dan kalau episode mulasnya menghilang, saya seringkali tertidur. Yah, namanya juga Geng Kebluk hehe ....

Saat itu juga saya diajari mengedan oleh bidan (lho kok berima?), tapi karena sudah mulas sekali, nggak sempat minta gaya macam-macam. Setelah beberapa kali mengedan, yang keluar kok malah anak tiri, hihihiiii (Lewat belakang gitu lhuwokh ... tapi kata ibu-ibu sepergaulan, sekarang memang gayanya begitu, jadi nggak dikasi obat pencahar sebelumnya, biar lebih alamiah).

Sekali lagi, yoga prenatal memang bermanfaat (eh, pada beli dong bukunya ... ya nggak, T' Ujie? Hihihiii). Meskipun nggak menghilangkan rasa sakit (itu mah obat bius atuh), tapi ternyata otot-otot saya jadi lebih kuat, dan napas lebih panjang. Jadi bisa terus mengedan dengan penuh semangat.

Dan akhirnya, jam 23.50, Jumat malam tanggal 1 Mei, lahirlah si Lumba-Lumba (yang sampai
sekarang belum bernama, soalnya dikira masih ada kesempatan nentuin nama semingguan
lagi, hihiiii). Kelahirannya diiringi ribut-ribut suara demonstrasi karyawan Hotel Grand Aquila
yang ada tepat di seberang RS. Hermina, sekalian May Day.

Saya juga mau mengulang nasihat Ibutio kepada para pengantin baru yang akan menghadapi
malam pertama tapi dalam kondisi berbeda, bawalah handuk kecil saat melahirkan normal, hehe .... Soalnya, keringat mengucur derassss!

Dan yang terakhir, nyeri pada malam pertama tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan
pengalaman melahirkan. Hahahahahaaaaaaaaaaaaaa ....

Selasa, 05 Mei 2009

Hari Kelahiran si Bayi Lumba-Lumba


oh, anggota marching band toh

Kenapa sih harus disebut si Lumba-Lumba? Soalnya, emaknya hobi berenang waktu hamil, dan hobi menyanyikan lagu "Si Lumba-Lumba! Makan dulu!"-nya Bondan Prakoso jaman dia masih unyil, lengkap dengan koreografinya (dan ditirukan dengan sukses oleh si Bapak Lumba-Lumba, heheehee)

Lahir tanggal 1 Mei 2009, jam 23.50 WIB, proses persalinan normal, BB 3.320 kg, panjang 49 cm, hobi memberi tatapan meremehkan, ngenyot, dan nangis keras-keras, hihiiii ....

Sayang sekali dia belum bernama, karena ortunya mikir, ah, brojolnya juga 2 minggu lagi, masih ada waktu untuk nyari nama yang pasti, hahahaaaa ....