Jumat, 22 Februari 2008

Seminggu yang Aneh ....

Sabtu, 16 Februari

Sejak awal rasanya malassss sekali mau ke warung. Badan rasanya nggak enak. Mampet-mampet. Setelah minum obat flu, malah ketiduran di depan TV dengan selimut tebal, karena dingin banget. Mendekati maghrib, sadar kalau harus segera pergi, karena jadwalnya si Rangga dan Itok gajian.

Sampai di warung, baru ingat kalau belum makan sejak pagi. Pesan zuppa-zuppa "bo'ongan"  (abis rasanya nggak puguh) dulu di counter paling ujung. Eh, pas ditinggal ke wc, si Aq datang dengan wajah kusut. Katanya baru futsal, dan jempol kanannya keseleo lagi (huuuhhhh! dasar aki-aki bedegong! waktu itu jempol kiri yang keseleo, sekarang yang kanan. gara-gara begitu datang langsung jadi kiper).

Setelah menunggui makan zuppa-zuppa, dia mengajak ke tukang pijat dulu di Ciwaruga. Hujan nggak deras, tapi kalau bahasa Sunda sih istilahnya murupuy (apa ya bahasa Indonesianya?). Dingiiiiin sekali. Meskipun sebetulnya, saya sudah merasa dingin sejak dua hari yang lalu. Di tukang pijat juga saya diam saja.

Sampai rumah langsung cuci muka dan terkapar dengan sukses. Malamnya mimpi buruk, masa' masuk ke dalam cerita buku yang sedang diterjemahkan! (Sialan banget) Selain itu, dalam mimpi saya menemukan rumus memakai selimut agar lutut nggak linu, yaitu 7 persen saja (yang sampai sekarang saya nggak ngerti, gimana caranya pake selimut 7 persen?)

Minggu, 17 Februari

Berkali-kali bangun setelah tengah malam dan dini hari. Nggak sadar sampai teriak-teriak (tapi sebagian sadar juga dan inget, teriaknya apa), bikin si Abang yang tidur di depan TV kukulutus dan pindah ke kamar (Setelah itu, dia protes ke si Emak: "Si Adek tuh manja banget sih kalo sakit? Urang mah teu kitu!" Yeeeyyyy ... sirikkkkkk. Saya mah nggak setaun sekali sakit parah, si Abang mah tiap balik ke Bandung pasti manja-manja sama si Emak. Sebal). Dan tanpa sadar juga, saya nelepon si Emak ke HP jam 3 pagi, hahaha .... Padahal si Emak cuma satu lantai di atas.

Pagi sampai siang dilewati dengan tidur, bangun, tidur, bangun, tidur, dst., bagaikan nggak sadar, karena sakit kepala, panas, mual-mual, dan pegal-pegal. Menjelang sore ke dokter dan divonis ispa, dikasih obat yang bikin muntah-muntah, beli makanan. Sore, si Aq datang membawakan coco crunch dan susu ultra, yang sukses hanya dimakan sekali (karena hari-hari berikutnya, kalo nggak enek ya diare).

Malamnya susah tidur karena belum keramas. Mimpi buruk lagi, masalah copyright. Grrr ... mimpi buruknya kok berhubungan dengan pekerjaan gini sih! Sialannnnnnn.

Senin sampai Rabu, 18 - 20 Februari

Rasanya mendingan, hari Selasa juga sudah bisa keramas dan jalan ke kios dekat rumah buat beli pulsa dan nomor asal (cuma buat memudahkan mindahin data ke si motosialan itu). Ternyata, setelah itu langsung terkapar lagi, panas lagi, pusing lagi, pegal lagi, mual-mual lagi ...

Dan yang lebih menyebalkan, saya jadi mehe-mehe. Baca yang sedih dikit, nangis. Nonton film sedih dikit, nangis. Inget tetangga saya yang suka dijemput bapaknya di jalan besar kalo pulang malem, nangis (bapaknya udah meninggal, dan dia masih suka pulang malem karena kerja shift. oh, begitu sayang bapaknya sama dia). Puncaknya sih peristiwa perpisahan dengan si M65 oranye itu.

(Untuk alasan kesehatan jiwa, akhirnya, saya putuskan untuk menunda dulu mewariskannya kepada si Aq. Rencananya mau nunggu si Abang bawa kotaknya yang lengkap dari Jakarta, lalu langsung menjual si motosialan dan membeli hp baru. Setelah itu, baru menyerahkan si oranye kepada si Aq. Hihii ... ini keputusan penting, demi kewarasan!)

Kamis - Jumat, 21- 22 Februari 2008

Mulai Kamis, panas sudah turun, nggak linu, dan nggak sakit kepala lagi. Tapi masih pegal-pegal dan mual-mual sedikit. Tapi muncul masalah baru ... kaligata! Hari Kamis sih baru terasa sedikit gatal-gatal di tangan dan kulitnya merah. Tapi malamnya ... Jrenggggg .... Sama sekali nggak bisa tidur. Minum ctm nggak mempan. Minum claritin, nggak mempan juga.

Mata terasa rapat, tapi nggak bisa tidur.
Mana rambut sudah berminyak lagi, bikin nggak betah berbaring. Sampai jam 3 belum bisa tidur, gatal-gatal pun nggak reda. Huahhh ... tersiksa banget. Soalnya, gatalnya di dalam (bercak-bercak di balik kulit gitu deh). Mau digaruk juga susah.

Setelah tertidur sebentar, jam 4 saya terbangun lagi. Untung bisa tertidur lagi, sampai jam 9 pagi. Gatal-gatalnya semakin parrrahhhhh ... Rasanya pengen garuk-garuk pake silet dah. Akhirnya, si Emak nelepon Teh Ui, sepupu ipar saya. Teh Ui menyarankan ganti obat gatal jadi celestamine.

Alhamdulillah, minum dua kali, gatalnya agak berkurang. Sampai sekarang masih. Tapi, efek samping mehe-mehe yang dirasakan dua hari sebelumnya, sekarang berubah menjadi MARAH-MARAH. Ada sedikit saja yang menyentil hati, maunya marah. Nyeberang jalan, mobil-mobil nggak mau berenti, nekad maju sambil menatap marah mereka. Didesak di pojok angkot, marah. Sebelumnya juga marah karena sekali lagi ngalamin kejadian yang karenaterlalumenyebalkandanmenyangkuturusanduitwarungtakperlulahditulisdisini.

Yah, seminggu ini selain fisik yang dibanting-banting, mental juga diaduk-aduk ...

Selasa, 19 Februari 2008

Tangisan Bombay Pada Suatu Malam

Kejadian ini konyol sih. Memalukan pulak. Tapi bagaimana lagi, nggak bisa ditolak.

Gara-garanya lumayan panjang. Si Papap punya hp baru. Lalu, hp lamanya diwariskan ke si Abang. Nah, karena hp si Abang masih relatif baru, dan melihat hp saya sudah butut, jadi dia mewariskan hpnya kepada saya.

Sebetulnya bisa saja ditolak sih. Tapi, mau diwariskan ke siapa lagi? Kalau diwariskan ke si Emak repot, karena si Emak gaptek. Soalnya, hpnya Motorola yang terkenal susah digunakan.

Yah, hp itu saya terima juga, setelah sebelumnya bertanya, “Kalau Adek jual lagi dan dibeliin hp baru, boleh nggak Bang?” Ya boleh aja, kata si Abang. Toh sudah hak milik saya. Jadi, bebas mau diapa-apain juga.

Hp lungsuran ini sebetulnya keren sih, dan kebanyakan orang bilang kalau hp ini lebih keren daripada si Siemens M65. Suaranya juga katanya lebih keren daripada Sony Ericsson. Tapi, ya gimana lagi … hati sudah terpaut sama Siemens sih. Meskipun modelnya jadul dan suaranya sember. Makanya, waktu Siemens bergabung dengan Ben-Q, saya bete, apalagi setelah Siemens benar-benar bangkrut. Menyedihkan … hiks.

Tadi, di warung dekat rumah, saya membeli simcard baru, hanya untuk dipakai transfer data. Sengaja nyari yang paling murah, IM3. Setelah utek-utekan berusaha membuka tutup baterai dan menelepon si Abang untuk nanya caranya bagaimana, akhirnya berhasil juga.

Ketika sedang memindahkan data dari hp lama, eh … nggak kerasa, air mata tiba-tiba mengalir tanpa bisa dibendung. Ternyata ikatan batin dengan si oranye itu lebih kuat daripada ikatan saudara seludah. Meskipun sudah tak terhitung berapa kali jatuh, terbanting-banting, baterainya ngedrop, kadang-kadang ngehang, tapi ternyata saya begitu mencintai si oranye.

Apalagi, karena belum terbiasa mengoperasikan si Motorola ini, rasanya saya gapteeeek banget. Pengen ngelemparin dah ke dinding, hahahaha ….

Sebetulnya, si M65 ini juga nggak akan pergi jauh-jauh sih. Saya sudah berencana mewariskannya kepada si Aq (Abis dia mah disuruh beli hp baru males, bukan cowok yang tergila-gila gadget sih. Dia mah tergila-gila Siemens juga seperti saya, hehe … dan masih betaaah aja memakai Siemens ME45).

Yah, yang bisa saya lakukan hanyalah berdoa dengan khusuk, berharap agar perusahaan Siemens segera bangkit kembali (nggak ada yang nggak mungkin toh), dan memproduksi hp-hp berseri M. Bukan untuk gaya-gayaan outdoor, tapi karena saya sudah terbiasa dengan featurenya dan seri M sangat cucok untuk orang jorok seperti saya. Amiin.

Love you, Siemens M65 metalik-oranye tersayang. Baik-baik ya di tangan si Aq.

 

*Saya benci Motorola! Huh!*