Kamis, 17 April 2008

Meja Kerjaku Dulu (Terinspirasi Ms. G Terchayank)

Ms. G barusan posting meja kerjanya yang rapiiiiiiiiiiiiiii bangettt di SINI

Jadi inget, saya masih punya foto meja kerja waktu kantor Mizan masih di Yodkali, salah satu surga jajanan di daerah Bandung agak ke timur, hihihiii ...


Mari kita perhatikan ada apa saja di atas meja yang sama sekali nggak bisa dipake nulis, apalagi menggambar ini ...
  • Buku-buku reading copy yang sangat menyenangkan. Ya iyalah menyenangkan, karena eh karena, buku anak-anak semua hahaha .... (Dulu saya pernah mimpi indah, masuk sebuah perpustakaan penuuuhhhhh buku anak-anak. Eh, taunya agak-agak menjadi kenyataan, hidup saya bergelimang buku anak-anak, meskipun bukan milik sendiri, hiks ...)
  • Kalender dengan buletan-buletan di tanggal dan post it bertulisan "Evaluasi + Program, JUMAT!" hahahaha ... kantoran banget yak.
  • CD-CD yang isinya file-file picture book Little K. Tapi CD-nya belum begitu bertumpuk, setelah kantor pindah ke Cinambo baru CD-nya bertumpuk.
  • Dummy picture book "Perjalanan Panjang Mengelilingi Dunia" yang diterjemahkan oleh Suze Antie, tapi nggak jadi diterbitkan hihihiiii ... (yah Suze, kita kan sudah mengibarkan bendera kuning sama-sama ya hahaha).
  • Bungkus kamera digital, kamera digitalnya dipake motret duonk ahhh ...
  • Gelas air putih yang biasa dibawain A Yayat (salah satu kecengan Sitorus haha) setiap pagi, kecuali bulan puasa.
  • Mug tahan panas yang masih belum dipake (terbalik), biasanya dipake minum kopi pagi-pagi atau sore-sore (kadang-kadang pagi dan sore).
  • Kotak obat-obatan terlarang, mulai dari antianalgesik hingga obat diare.
  • Sebuah kotak bekas cokelat Cadburry yang isinya ranjau ... (Suze Antie nyaris pernah tertipu, hahaha), di balik spidol-spidol yang bertumpuk.
  • Bandana merah madusa (made in usa gitu lhuwokh hahaha) kesayangan. Kenapa kesayangan? Soalnya kain bandana madusa beda dari bandana lokal. Karena dulu saya wanita Jawa yang naik motor bebek, biasanya pake bandana buat nutupin idung dan mulut. Dan kain bandana madusa nggak bikin sesak napas, beda dengan kain bandana lokal.
Hebat kan, berantakannya? Hahahaha ...
Tapi, kalo meja saya rapi, suasana kerja jadi nggak enak ... Suka jadi males kerja, maunya ngeberantakin meja dulu, hahahaha!


TAMBAHAN FOTO

Nah ... yang ini, suasana meja di kamar beberapa tahun yang lalu ... gila ya, amit-amit dah, saya juga betek ngeliatnya. Keadaan ini cuma sebentar kok, sekitar semingguan, pas dulu lagi sibuk apa ya, lupa. Pokoknya, nggak sempat beres-beres aja. Sekarang sih jauh lebih mending meskipun masih "agak" berantakan, hahahaaaaa ....

Apa aja yang ditumpuk?
  • Wadah CD
  • Kertas-kertas nggak jelas yang akhirnya dibuang semua
  • Foto-foto
  • Buku panduan masuk Planetarium Jakarta, hahaha ... (kalo nggak salah foto ini diambil setelah temu alumni astronomi "kecil" di sono)
  • Tas peralatan mandi, yang selalu siap disambar kalo perlu nginep-nginep atau berenang
  • Syal kuning dekil hasil sehari jalan kaki Bandung-Cicenang, seminggu di hutan Cicenang (dulu masih hutan, belum kebon), dan tiga hari jalan kaki Cicenang-Subang-Bandung, hahaha ...
  • Buku-buku, khususnya buku anak-anak (lihat, ada koleksi Astrid Lindgrenku dan Jennings hehehe)
Tapi tenang, saya sudah kapok punya meja seberantakan ini ... susah nyari barang, hihihihiiiiiiiiiiiii ....

Selasa, 01 April 2008

Ya Sudah, Panggil Saja Tante ....

Beberapa minggu yang lalu, seorang teman seangkatan saya di SMA, Cep Budiharto, bilang kalau ada murid-muridnya di SMP 32 yang pengen kenalan dengan saya. Kata doski, ada yang pengen nanya-nanya tentang astronomi, tentang dunia tulis-menulis (dunia perbukuan kali yee), dan tentang macam-macam lagi. Saya bilang, okeyyy … siapa tatuuuut. Kan Tante bisa menambah koleksi brondong, hihihiiii.

Laluuu, beberapa hari yang lalu (waduh, saya mah udah lupa hari, jadi maafkan kalo nggak inget kapan tepatnya, hihii), Cep Budi ini menelepon. Katanya, ada murid-muridnya yang ingin ngobrol dengan saya. Jadilah saya kenalan dengan dua orang murid SMP. Cewek lho. (Kalo berniat mengijon, silakan minta izin dulu sama Pak Budiharto) Intinya sih cuma kenalan dan mereka bilang kalau pengen ngobrol sama saya tentang astronomi dan tulis-menulis (ya, saya memang ahli tulis-menulis dan semakin ahli ketika tak dinyana bersua dengan para kubugil—tentu saja dalam bidang tulis-menulis racauan dan hal-hal nggak penting sedunia raya. I’m queen of doing nothing, gitu whluwokhhh).

Penelepon pertama … berjalan lancar (meskipun saya lupa namanya siapa karena ngomongnya singkat, perkenalan doang). Lalu, di sela-sela itu ada suara Pak Guru Budi, “Mar, ini ada satu lagi yang mau ngomong.” Dan … jengjreng, muridnya Pak Guru Budi itu menyapa saya, “Halo, TANTE, mau kenalan ya ….”

Hahahahahahahahahahahahahaaaaaa ….

Beneran dah, dipanggil Tante. Saya langsung ngakak, dan bilang “Waduh, kok dipanggil ‘tante’ sih?” Suara dari sana balas bertanya, “Abis bingung, manggilnya apa?” Ya saya jawab, “Panggil ‘neneng’ aja, gitu,” (meskipun bukan Nenenk Anjarwati, hihihiiiii).

Pasti ini gara-gara si Cep Budi. Waktu telepon sudah dioper ke dia, Cep Budi bilang kalau murid-muridnya juga bingung mau manggil apa sama saya, trus dia bilang karena saya orang Batak, ya sudah, panggil “tante” saja.

Awalnya sih masih agak geli gitu dipanggil “tante” beneran sama anak SMP, hahaha …. Masih berusaha menyangkal kebijaksanaan yang semakin matang (bukan usia yang semakin tua, hihihiii). Eh, ternyata muridnya si Pak Cep Budi ini mengirim e-mail ke saya tadi siang. Dan akhirnya kami YM-an. Namanya Nira, kelas 3 SMP.

Ehhhh … ternyata tetep aja, dipanggil “tante” lagi, hahahahahaaaa! Cuma, kali ini ya sudah, saya pasrah saja. Ada dua alasan, pertama: memang saya punya keponakan seumuran mereka ini, SMP, meskipun dia nggak manggil “tante” (manggilnya “bou”—dari namboru, saudara perempuan ayah). Legian keponakan saya yang paling gede juga sudah hampir lulus kuliah kok … meskipun dia juga nggak manggil “tante”, manggilnya “etek”(saudara perempuan ibu). Kedua: secara struktur hierarki-hierarkian sih, bener juga. Mereka murid Cep Budi. Mereka manggil Cep Budi “bapak”. Saya temen Cep Budi. Ya wajar saja kalau mereka manggil saya “tante”. Meskipun masih geli mendengarnya, hihihihiiiiii ….

Jadi, akhirnya saya pasrah saja dipanggil “tante”. Toh meskipun tante-tante, tetap keren kok. Dan tadi, obrolan kami di YM lucu juga, heheheee… mulai dari bagaimana caranya belajar supaya lulus UN *jangan belajar terus, main juga harus banyak, begitu jawaban saya, hihiii*, dulu Tante SMP-nya di mana, dulu Tante mainnya ngapain aja, Tante dulu ikut les nggak, sampai … dulu Tante pernah naksir sama cowok nggak *dan saya jawab: ya iyyyyalahhhhh … kecengan mah segudang, gitu, hihihiiii*, dan apakah naksir cowok itu mengganggu pelajaran? *saya jawab, tergantung. Soalnya dulu saya malah semangat ke sekolah buat ketemu teman-teman dan kecengan, hahaha … makanya nggak pernah mabal, meskipun sekolah hanya untuk bersosialisasi*

Sayang tadi saya harus segera pergi ke warung, karena ada janji dengan T’ Peni. Jadilah obrolan kami terputus sampai di situ. Setelah mengendapkan peristiwa tadi sebentar, baru muncul suatu kesadaran: apakah saya malah bikin dia ngaco dengan jawaban-jawaban saya? Hihihiiiiiiiiii … yah, Pak Cep Budi, mohon maaf sajahhh … saya mah Etty Gadis Jujur sih, hahahahaha!


Catatan

  1. Sebenarnya, saya adalah jenis orang yang berpendapat bahwa panggilan tidak berbanding lurus dengan kesopanan dan penghormatan. Nggak masalah kalau saya tiba-tiba ditelepon oleh Daffa, salah seorang keponakan saya, “Hei Dek, lagi ngapain?” (hihii … lalu ortunya yang panik), atau diceritai si Ambu Vekih kalau Nenk Zahra tiba-tiba bilang ke abahnya, “Bah, hayu kita ke si Umay!” (hahaha … disebut si Umay sama gadis muda berusia dua taun euyyy … hahaha)
  2. Kalau punya anak, sebenarnya saya juga pengen dipanggil nama saja, nggak usah pake “ibu” atau “nyokap” atau dll. Tapi entahlah, gimana nanti aja. Anaknya juga belum dibikin! Hihihiiiii ….
  3. Mungkin ini juga sedikit gara-gara kualat, karena ogah dipanggil Ms. M setelah ada Ms. A, Ms. D, dan Ms. G—malah ingin dipanggil Tante M saja.
  4. “Cep” pada tulisan di atas bukan bagian dari namanya Budiharto, tapi sifatnya sama dengan “Neng” atau “Jang”.
  5. Ya sudahlah. Pokoknya saya pasrah dipanggil “Tante”. Yang penting darahnya masih bergolak seperti anak muda. Hahahahahahaaaaa!
  6. Gambarnya pake foto Mint Sahi alias teh mint hasil karya si Papah Manggis duonk ... TETAP JUWALANNNN!!!